JAKARTA – Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memutuskan perkara yang diajukan oleh Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) pada tanggal 2 Maret 2023 yang lalu.
Salah satu keputusannya adalah memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum menghentikan sementara seluruh tahapan pemilu mulai dari keputusan tersebut dibacakan.
Keputusan ini telah menimbulkan kegelisahan di tengah masyarakat. Lebih dari itu, keputusan tersebut telah menimbulkan ketidakpastian hukum bagi penyelenggara pemilihan umum.
Terkait hal tersebut, Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) menilai bahwa keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah melanggar Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa pemilihan Umum dilaksanakan sekali dalam lima tahun.
“Pengadilan Negeri tidak memiliki kewenangan menyidangkan perkara yang berhubungan dengan proses pemilihan umum. Undang Undang tentang pemilihan umum menyatakan bahwa lembaga yangmenyelenggarakan penyelesaian proses pemilu dilaksanakan Bawaslu dan PTUN,” kata Sekjen MIPI, Dr Baharuddin Thahir, S.Sos M.Si, Senin (6/3/2023).
Lebih lanjut, kata Thahir, keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah merugikan peserta pemilu lain yang bukan merupakan pihak tergugat dalam pengadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
“Keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menimbulkan kekisruhan dan ketidakpastian hukum ditengah persiapan pelaksanaan pemilu tahun 2024,” kata Thahir lewat press rilis.
Berdasarkan keadaan tersebut, MIPI meminta pemerintah berkomitmen untuk tetap melaksanakan Pemilihan Umum berdasarkan konstitusi yaitu sekali dalam lima tahun. “Hal itu berarti pemilihan umum tetap dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2024,” imbaunya.
Ia meminta Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial (KY) sesuai kewenangannya masing-masing untuk memeriksa kejanggalan proses peradilan dan memeriksa Majelis hakim yang menangani kasus Gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima).
Serta mendukung upaya Komisi Pemilihan Umum untuk melakukan upaya hukum berupa banding atas keputusan Pegadilan Negeri Jakarta Pusat. Upaya tersebut dilakukan sebagai bentuk komitmen
penyelenggara pemilu untuk melaksanakan pemilihan umum dalam konteks negara hukum dan pelaksanaan demokrasi di Indonesia.
“Menentang pihak-pihak yang memiliki kepentingan dan agenda penundaan pemilihan umum. Agenda tersebut telah menghianati konstitusi dan merusak semangat demokratisasi yang telah kita perjuangkan dan bangun selama ini”.
“Masyarakat teruslah mengawal persiapan dan pelaksanaan pemilu, sehingga pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah tahun 2024 dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan,” tandasnya. (*/redaksi)