MANADO – Partai politik ramai-ramai mencalonkan kader millenial menyambut Pemilu 2024 nanti. Ini bisa dilihat pada pendaftaran 14 Mei 2023 lalu.
Banyak alasan di balik langkah politik parpol mencalonkan anak muda.
Tujuan akhirnya, parpol bisa meraih dukungan suara dan mendapatkan keuntungan lainnya.
Dosen Kepemiluan FISIP Unsrat Manado, Ferry Daud Liando mengungkapkan, kader milenial memang diincar sebagian besar parpol.
“Sebagian dari mereka telah diikutsertakan sebagai pengurus parpol. Ada yang bergabung dengan sukarela namun ada juga yang berhasil dirayu,” kata Liando, Senin (05/06/2023).
Bahkan, kata Liando, ada juga yang diduga bergabung dengan cara diberikan imbalan tertentu.
Liando menjelaskan, terdapat beberapa sebab mengapa millenial laku pada hajatan Pemilu 2024.
Pertama, ide dan gagasan parpol untuk meraih simpati pemilih makin tidak laku dan bernilai.
Publik menganggap kampanye parpol hanyalah ilusi dan omong kosong yang tidak perlu dipercaya.
Apalagi menunggu janji-janji akan ditepati kelak jika sudah berkuasa.
“Sehingga sulit bagi parpol untuk meraih dukungan jika hanya berbekal kampanye atau janji-janji belaka,” katanya.
Kedua, jika menghadirkan millenial sebagai caleg maka parpol akan diuntungkan dengan koleksi suara.
Semakin banyak suara yang terkumpul maka akan mempengaruhi jumlah kursi di DPR atau DPRD.
Makin banyak kursi maka akan berpeluang bagi elit-elit parpol untuk bagi-bagi jabatan baik di legislatif, di pemerintahan ataupun di BUMN/BUMD.
Katanya, millenial, terutama dari kalangan artis dan influencer biasanya banyak peminat, pengikut dan simpatisan. Apalagi mayoritas pemilih di Indonesia adalah kelompok anak muda atau milenial.
Tipe pemilih ini adalah pemilih psikologis yaitu pemilih yang cenderung tertarik dengan kondisi fisik dari calon.
“Mereka tidak peduli dengan kapasitas calon. Ketertarikan mereka hanya pada soal ganteng atau cantik,” jelas Liando.
Ketiga UU Pemilu tidak mengatur ketat soal syarat menjadi caleg. Meski yang bersangkutan bukan anggota atau kader parpol, UU memungkinkan untuk bisa diterima sebagai caleg.
Itulah sebabnya parpol gencar mencari figur artis atau influencer untuk menjadi caleg agar kepentingan elektoral meski mereka bukanlah kader parpol.
Tidak ada yang keliru jika para millenial, artis atau influencer diikutsertakan sebagai caleg.
Sepanjang, pertama, mereka tidak hanya dimanfaatkan oleh parpol untuk sebatas vote getters.
Kedua tidak terkesan seperti boneka pajangan. Hanya benda hiburan, menarik dilihat tapi tidak bermanfaat karena tidak memiliki kehidupan.
Karena itu, Liando mengimbau pilih mereka yang punya kemampuan.
Tidak hanya mengandalkan kondisi fisik tapi memiliki kapasitas untuk menjadi wakil rakyat yang didambakan.
“Agar kelak kehadiran mereka dalam lembaga-lembaga politik tidak menjadi beban bagi rakyatnya,” katanya. (don)