MANADO – Menjelang tahun ajaran berakhir, pastinya setiap masing-masing sekolah selalu menggelar acara perpisahan/penamatan bagi para siswa-siswi yang telah selesai melaksanakan ujian sekolah (US).
Acara perpisahan atau penamatan di sekolah tak lepas dari uang pungutan yang selalu dikeluhkan para orangtua.
Kendati demikian, sejumlah orangtua siswa-siswi mengeluhkan besarnya biaya yang harus ditanggung untuk mengikuti acara penamatan tersebut yakni Rp 200 ribu per siswa.
Hal ini sangat memprihatinkan sekali. Pasalnya, praktek seperti ini terindikasi sebagai salah satu bentuk pungutan liar (Pungli) di dunia pendidikan terutama di sekolah-sekolah negeri yang memang sangat sulit diberantas.
Pihak Dinas Dikbud Manado juga jangan hanya berdiam diri dan duduk di tempat saja alias tutup mata.
“Harus ada tindakan yang lebih tegas bagi kepsek- kepsek sekolah negeri yang masih menerapkan praktek-praktek pungli, di sekolah. Copot kepsek-kepsek yang pungli,” harap sejumlah orangtua siswa sembari meminta namanya tak dikorankan.
Orangtua siswa juga berharap ada perhatian serius dari Pemerintah Kota (Pemkot) Manado melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kota Manado untuk bertindak lebih tegas lagi.
“Praktek-praktek pungli semakin tumbuh subur di sekolah,” kata orangtua siswa.
Terpisah, Kepala Perwakilan Ombudsman RI Sulawesi Utara (Sulut) Meilany Limpar SH MH mengatakan kegiatan penamatan tidak termasuk dalam komponen pembiayaan.
“Soal permintaan uang untuk penamatan siswa tersebut tidak ada dasar hukumnya,” kata Limpar, Sabtu (20/05)
Katanya, pihak satuan pendidikan atau pihak sekolah selalu menyampaikan bahwa acara penamatan merupakan inisiatif dari para siswa sehingga penyelenggaraannya pun dilaksanakan sepenuhnya oleh siswa dan sudah disepakati oleh orang tua.
“Perlu dipahami bahwa sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah harus tunduk pada aturan-aturan yang sudah diatur dan tidak berlaku kesepakatan, karena sekolah adalah area publik bukan area private yang bisa melakukan kesepakatan antar pihak,” ungkapnya.
Dia juga mengaku prihatin kalau masih ada oknum-oknum guru yang terlibat dalam penerimaan uang penamatan siswa dengan jumlah tertentu.
“Ini jelas masuk kategori pungutan liar,” tukasnya.
Dirinya berharap kedepan sosialisasi terkait pungutan liar dapat lebih ditingkatkan ke seluruh masyarakat maupun stakeholder terkait.
“Apalagi kalau masih banyak kepsek-kepsek SD dan SMP yang belum paham tentang pungli tersebut. Pihak Dinas Dikbud Manado harus lebih optimal lagi untuk melakukan sosialisasi-sosialisasi tersebut,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala SMPN 8 Manado Mientje A Watuseke SPd ketika dikonfirmasi langsung mengatakan dirinya hanya mendengar saja dari penyampaian orang tua.
“Mereka siap membayar Rp 200 ribu dalam hasil rapat untuk acara penamatan,” ujarnya, Jumat (19/05/2023).
Menurut kepsek, soal adanya acara penamatan itu bukan urusan dia. Bahkan kepsek menyampaikan semua itu diatur oleh orangtua.
“Semuanya itu atas hasil rapat dan kehendak orang tua sendiri. Kami hanya mengkoordinir saja. Jadi untuk pembayaran mereka langsung dengan wali kelas masing-masing dan disetor ke Bendahara,” ujar kepsek. (don)