MANADO – Keberhasilan Politeknik Negeri Manado (Polimdo) mendampingi Desa Budo Minahasa Utara mendapat pengakuan dari badan dunia PBB.
Buktinya, PBB menerbitkan berita desa Budo sebagai Desa wisata di Website resmi United Nations (UN).
Desa Budo, seperti banyak desa pesisir di Sulawesi Utara awalnya bergantung pada penangkapan ikan skala kecil.
Stok yang menyusut karena penangkapan ikan yang berlebihan, mendorong fokus baru pada pariwisata sebagai cara menciptakan mata pencaharian.
Program yang dibentuk Organisasi Perburuhan Internasional ILO dari badan PBB membantu masyarakat pedesaan Budo dan empat desa lainnya.
ILO melakukan diversifikasi ke pariwisata berkelanjutan, serta memberikan keterampilan kepada pengusaha lokal.
Dermaga telah direnovasi dengan dukungan dari pemerintah. Bangku serta gubuk kayu telah ditambahkan demi kenyamanan wisatawan.
Cukup membayar biaya masuk sebesar Rp 10.000 ($0,65), pengunjung dapat berjalan di sepanjang dermaga sambik menikmati pemandangan.
Pengunjung dapat membeli makanan dan minuman lokal di loket tiket. Pesanan disiapkan dan dikirim ke dermaga oleh anggota asosiasi desa yang tersedia.
“Kami berbagi pekerjaan, kami berbagi pendapatan,” kata Lorens Singa, Direktur Badan Usaha Desa (Bumdes).
Kata Lorens, sejak direnovasi, seperlima dari pengunjung berbelanja lebih banyak, memesan makanan dan minuman lokal di loket tiket dengan sesekali pengunjung juga menginap.
“Berkat dukungan dari ILO dan mitranya, Desa Budo telah meningkatkan pendapatannya lima kali lipat,” tuturnya.
Bahkan Desa tersebut pemenang kategori pemasaran digital pada Penghargaan Top 50 Desa Wisata Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
“Kita perlu menawarkan lebih banyak agar pengunjung tetap tinggal atau bermalam,” tegasnya.
Sekitar satu jam perjalanan ke timur Budo, penduduk Marinsow telah mengambil kursus kilat dalam bisnis tempat tidur dan sarapan.
“Jadi tanpa pelatihan, tidak mungkin mereka ketahui apa yang diharapkan turis,” kata Mary Kent, Penasihat Teknis ILO.
Marinsow berada di kawasan pertambangan, beberapa kilometer jauhnya dari pantai-pantai yang masih asli, sehingga wisatawan sebelumnya tidak punya alasan untuk mampir.
Namun, sejak Marinsow ditetapkan sebagai “tujuan wisata prioritas” oleh Pemerintah, Desa tersebut telah menerima dorongan finansial yang signifikan, dengan tujuan untuk mendiversifikasi ekonomi.
Lebih dari 50 penduduk desa menerima bungalo kayu kecil di petak mereka untuk memulai bisnis tempat tidur dan sarapan pagi, atau homestay.
ILO, dengan mitra lokal Universitas Klabat dan Politeknik Negeri Manado, membantu mengajarkan keterampilan yang dibutuhkan masyarakat setempat.
Masyarakat dilatih soal pembukuan, perhitungan biaya dan pemasaran.
““Usaha kecil dibiayai melalui kredit keuangan mikro, membuat semua pembayaran tepat waktu,” kata Yeni Alelo, warga desa.
Yeni dan peserta lainnya juga mengakui pentingnya menggunakan tagar di postingan pemasaran media sosial, sehingga wisatawan dapat menemukannya lebih mudah.
Selain itu membuat kampanye pemasaran untuk meyakinkan wisatawan asing yang tujuan menyelam di Taman Laut Bunaken dapat mampir makan malam dan berkunjung ke desa yang khas.
Asosiasi Usaha Desa juga berencana untuk menawarkan kelas memasak dan kerajinan tangan, serta wisata memancing.
“Tugas sekarang adalah memastikan bahwa ketika pendanaan dari ILO dan pemerintah berhenti, kami sudah memiliki bisnis sendiri,” tandas Lorens Singa. (don)