MANADO – Belakangan ini angka kriminal makin meningkat di sulut. Suasana selalu mencekam apalagi di waktu malam.
Warga makin tidak nyaman bepergian karena khawatir menjadi korban kriminal. Hampir setiap hari beredar informasi pembunuhan ataupun kekerasan.
Kondisi ini tentu akan mengkhawatirkan dan jika tidak di cegah akan berdampak pada pemilu.
Dosen Kepemiluan Fisip Unsrat, Ferry Daud Liando mengatakan, perbedaan dukungan calon presiden dan calon anggota legislatif berpotensi akan menjadi pemicu kriminal.
“Dalam tahapan kampanye akan ada momentum saling senggol antar pendukung,” ujarnya Senin (3/7/2023).
Hal ini, lanjut Liando, mengingatkan kita soal kriminalisasi yang dilakukan warga ketika mengantar mayat ke pekuburan. Orang yang tidak bersalah diteriaki atau kendaraan dihancurkan.
Baik anggota KPUD ataupun Bawaslu merupakan pihak yang paling terancam. Sebab jika ada keputusan yang mereka tetapkan tidak memuaskan salah satu pihak, bisa jadi mereka akan diancam.
“Jadi perlu kolaborasi bersama terkait fenomena ini. Pihak kepolisian perlu extra keras mengatasi segala bentuk kejahatan ini. Disamping itu peran tokoh masyarakat juga sangat dibutuhkan,” terang dia.
“Sedapat mungkin para tokoh agama atau tokoh masyarakat dapat menghindari tawaran menjadi tim sukses. Agar jika terjadi gejolak sosial, maka mereka bisa dibutuhkan menjadi mediator,” sambungnya.
Ia menambahkan, Pemerintah daerah juga perlu merumuskan kebijakan agar perilaku kriminal bisa dikurangi.
Terbatasnya lapangan pekerjaan mengakibatkan tingginya angka pengangguran. Pelaku kriminal paling banyak terjadi di kalangan ini.
Pihak yang paling diharapkan untuk mengatasi segala bentuk konflik, kerusuhan atau kriminal adalah masing-masing parpol, tim sukses atau caleg. Banyak kejadian yang menjadi pemicunya dari mereka.
Tidak elok politisi berebut jabatan tapi rakyat yang di adu domba. Ketika terpilih, para politisi baik kawan atau lawan akan saling bagi-bagi jabatan dan akan berpesta pora atas kekuasaan yang di raih.
Rakyat dibiarkan tetap terpolarisasi, saling curiga dan tetap saling bermusuhan.
“Pengalaman pemilu 2019 bisa jadi pelajaran. Saat proses pemilu rakyat diadu domba, setelah pemilu usai, kawan dan lawan politik sama-sama berpesta pora dengan jabatannya,” tandasnya. (don)