
MANADO – Konflik merupakan hal yang tidak bisa dihindari pada proses penyelenggaraan pemilu. Pemilu adalah kompetisi gagasan, kompetisi antar caleg atau kompetisi antar parpol.
Sehingga amat Mustahil jika arena kompetisi pemilu tidak akan terjadi konflik. Sebab pemilu itu sendiri adalah konflik yang legal.
Hal ini disampaikan Dosen Kepemiluan Unsrat Ferry Daud Liando usai menjadi narasumber pada kegiatan Diskusi Publik “Mewujudkan Pemilu 2024 Yang Jujur, Adil dan Berintegritas” yang digelar Intelkam Polda Sulut di Hotel Grand Whize Manado, Jumat 26 Mei 2023.
“Indikasi konflik kerap terjadi antara kader dalam satu parpol terutama dalam memperebutkan dapil, merebut nomor urut atau memperebutkan jatah caleg oleh parpol,” ujarnya.
“Konflik juga sering terjadi antar parpol terutama dalam tahapan kampanye,” sambungnya.
Liando kembali menjelaskan, internal penyelenggara pemilu saja kerap mengalami konflik baik dalam satu institusi maupun dengan institusi lain.
“Konflik yang rawan adalah jika terjadi antar pemilih. Mereka kerap diadu domba oleh para kontestan. Meski konflik tidak dapat dikesampingkan namun Undang-undang nomor 7 Tahun 2017 mengatur cara penanganan dan penyelesaiannya,” tuturnya.
Katanya, jika konflik antar penyelenggara pemilu dan mengarah pada pelanggaran etik maka penanganannya oleh DKPP RI.
Kemudian jika antara parpol berkonflik atau parpol keberatan atas keputusan KPUD maka mekenismenya melalui sengketa proses di Bawaslu.
“Jika ada tindakan baik oleh peserta, penyelenggara ataupun masyarakat yang mengarah pada unsur pidana maka mekanismenya diajukan ke Sentra Gakkumdu,” imbaunya.
Namun demikian penanganan konflik pemilu bukan hanya diselesaikan oleh sebuah putusan mana yang benar dan mana yang salah.
Penanganan konflik harus juga memperhatikan efek-efek negatif akibat konflik pemilu.
“Meski konflik diselesaikan secara hukum, namun bukan berarti konfliknya selesai”.
Oleh karena itu, meskipun kompetisi pemilu merupakan konflik yang dilegalkan namun ada 4 hal yang harus dikesampingkan yaitu pertama konflik jangan sengaja diciptakan.
Kedua jangan menggunakan isu-isu agama atau suku dalam menghadapi konflik. Ketiga pihak-pihak yang diberikan otoritas dalam penanganan dan penyelesaian konflik harus berlaku netral dan adil.
Keempat efek konflik harus secepat mungkin dicegah agar tidak mengarah pada kekacauan atau anarki.
Peserta diskusi adalah para tokoh agama serta pengurus partai politik. Selain Liando, tampil sebagai narasumber Supriyadi Pangelu dari Bawaslu dan Charles Worotitjan mewakili KPU Sulut. (don)