MANADO – Angka kelahiran pada wanita usia dini di Sulawesi Utara tinggi. Data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Age Specific Fertility Rate (ASFR) pada wanita usia 14-19 tahun di Sulut tahun 2022 sebesar 37,1 persen.
“Rentang umur 14-19 tahun bisa dikatakan usia dini. Data ini hasil Pendataan Keluarga tahun 2022,” kata Kepala Perwakilan BKKBN Sulawesi Utara, Ir Diano Tino Tandaju MErg melalui Ketua Pokja ADPIN (Advokasi, Penggerakan dan Informasi) Bionda Wowiling, SSos, MSi, Senin (24/04/2023).
Katanya, angka ASFR 14-19 tahun idealnya sekecil mungkin. Penyebab utama tingginya kelahiran pada wanita usia 14-19 tahun adalah pernikahan dini.
Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan, ada yang memang karena faktor keputusan sendiri atau dukungan keluarga.
Bionda mengatakan, angka kelahiran pada wanita usia dini harus ditekan karena berdampak negatif pada generasi penerus.
Pertama, kemungkinan melahirkan anak stunting.
Dijelaskan, Pengasuhan 1000 HPK (Hari Pertama Kehidupan) dimana dihitung dari sejak terbentuknya janin sampai anak berusia 24 bulan atau 2 tahun.
Itu harus dioptimalkan mulai dari memperhatikan gizi selama ibu hamil sampai dengan anak lahir dan berusia dua tahun.
Pengalaman dan fakta di lapangan, ibu usia dini punya pengetahuan kurang terkait Pengasuhan 1000 HPK.
Dampak lain dari kelahiran di usia dini, dapat meningkatkan kematian ibu dan bayi.
“Kehamilan usia 15-19 tahun merupakan kehamilan yang beresiko,” jelasnya.
Diketahui, ASFR adalah banyaknya kelahiran tiap 1000 perempuan pada kelompok umur tertentu.
ASFR didata secara berkala (tahunan) dalam Pendataan Keluarga.
Pemerintah gecar perangi stunting
Pemerintah gencar memerangi stunting atau kondisi kurang gizi sejak masa kehamilan, balita dan masa pertumbuhan anak.
Tahun 2024, Pemerintah RI menargetkan bisa mengurangi prevalensi stunting nasional menjadi 14 persen.
Khusus di Sulawesi Utara, pengentasan stunting digeber bersama-sama.
“Kita bersama Pemprov Sulut telah membentuk Satgas Percepatan Pengentasan Stunting yang melibatkan bupati wali kota dan stakeholder terkait.
Satgas bekerja gotong royong, Mapalus,” kata Kepala Perwakilan BKKBN Sulut, Diano Tino Tandaju.
Katanya, kondisi stunting disebabkan banyak faktor. Pertama karena kemiskinan.
“Kemiskinan, ekonomi lemah, ketidakmampuan mengadakan makanan bergizi bagi ibu hamil, balita dan anak,” katanya.
Balita dan anak yang gizinya kurang akan mengalami stunting.
“Anak-anak harus makan protein yang cukup. Sumbernya dari daging, telur, tahu, tempe dan susu,” jelasnya.
Sementara, ibu hamil dan baru melahirkan yang kurang gizi juga akan menyebabkan bayi stunting. “Karena ia tidak punya ASI berkualitas,” katanya.
Faktor lainnya, kurangnya pengetahuan. Pernikahan dini menjadi salah satu pemicu stunting.
“Karena itu pentingnya Generasi Berencana,” katanya.
Saat ini, prevalensi stunting di Sulawesi Utara di angka 20 persen pada tahun 2022. Turun 1 persen dari tahun sebelumnya.
Untuk menekan stunting, BKKBN melakukan terobosan bekerja sama dengan TNI.
“Babinsa yang jadi ujung tombak, bersama kader di desa mendata keluarga potensi stunting, keluarga stunting, balita dan anak stunting,” jelasnya.
Dengan terobosan itu, BKKBN Sulawesi Utara punya data stunting komprehensif.
“Data stunting by name by address sehingga penanganannya tepat sasaran,” ujarnya. (*/don)